Haloo ini cerita horor pertamaku Happy Read
Perpustakaan
Pagi
ini langit terlihat mendung, seolah sang mentari enggan menampakkan dirinya.
Dan seperti biasa, keadaan ini selalu sama, seakan tak pernah ada perubahan
dari hari ke hari. Hari ini aku datang terlalu pagi, dan seperti hari-hari sebelumnya,
belum banyak manusia-manusia di sekolah. Aku pun langsung menuju perpustakaan
sekolah, satu-satunya ruangan yang selalu menenangkan hati, beruntung hari ini
Bu Yuli, penjaga perpustakaan sudah datang.
Mataku
pun langsung tertuju pada sebuah novel keluaran terbaru di salah satu rak buku
perpustakaan itu. Setelah menemukan tempat duduk, aku mulai menikmati bacaan
novel itu. Tak lama kemudian, keasyikanku pada novel ini terhenti seketika saat
terdengar bunyi ketukan pada rak buku belakangku, tapi saat kulihat, tak ada
apapun atau siapapun yang menyebabkan bunyi tersebut. Saat itu aku tak begitu
mempedulikannya dan meneruskan membaca novel ini, tapi kejadian itu terulang
kembali beberapa kali dan hawa dingin mulai terasa menusuk tulang, aku yang tidak
betah dengan hal ini pun langsung memutuskan meminjam novel ini dan membacanya
di kelas.
Saat
berada di lorong menuju kelasku aku mendengar suara-suara tangisan anak kecil,
aku pun mulai merasa takut dan sedetik kemudian aku langsung lari menuju
kelasku yang teryata sudah ramai oleh beberapa murid. “Kenapa Lan? Kok kamu
kaya habis dikejar anjing aja…” tanya Bella dan Adel, kedua sahabatku. “Eh…? E…
Enggak kok…” jawabku terenggah-enggah. “Bener? Cerita aja… Kita kan sahabatmu
Lan…” bujuk Bella. Setelah mengatur nafasku, aku pun menceritakannya pada
mereka, dan mereka hanya menanggapi dengan anggukan tanda mereka mengerti dan
mengusulakan untuk bertanya pada Bu Yuli apakah tadi ada murid lain yang ada di
perpus dan iseng.
Sesaat
kemudian bel tanda masuk berbunyi, lantas kami pun menghentikan obrolan kami
dan menjalani rutinitas kami sebagai pelajar. Saat bel istirahat berbunyi, kami
pun langsung menuju ke perpustakaan dan menanyakan hal tadi, tapi jawaban Bu
Yuli amat sangat mengejutkan, ternyata pada saat aku ada di perpus tadi tak ada
seorang pun yang masuk dan ia juga tak mendengar suara ketukan atau semacamnya,
aku dan para sahabatku pun keluar dengan sejuta pertanyaan, kami memutuskan
untuk mengisi perut kami dahulu karena cacing-cacing di perut kami mulai
memberontak dan memikirkan hal ini nanti. Dan tak terasa bel pulang akhirnya
berbunyi juga. “Eh, gimana kalau besok kita berangkat pagi-pagi dan ke perpus?”
Usul Bella. “Boleh” jawabku dan Adel semangat.
Ke
esokan harinya, kami sudah tiba di perpustakaan, dan seperti biasa Bu Yuli juga
sudah datang, kami pun mengambil beberapa buku dan membacanya, dan benar saja
seperti kataku kemarin, namun kali ini bukan hanya suara ketukan tapi juga
suara anak kecil menangis seperti yang ku dengar di lorong kemarin. Sedetik
kemudian lampu mulai terlihat berkedap-kedip, nyala mati dan mulai terlihat
sosok siluet seorang anak perempuan dan semakin lama nampak semakin nyata,
kulitnya terlihat sedikit mengelupas dan wajahnya amat sangat pucat. Dan tepat
di depanku anak itu mengeluarkan selembar foto, seperti foto keluarga. “To…
Tolon… G… B… Bongkarr… Mister.. ii… Ya… ng… S… Sud… Ah… Lama… Terkubur… I… Ni…”
ucapnya dengan suara serak dan terbata-bata dan memberikan foto itu, kemudian
sosok siluet itu menghilang dan kami terduduk lemas disana, Bu Yuli menghampiri
dan menatap kami dengan heran “Kalian kenapa? Apa kalian tidak apa-apa?”
tanyanya. “E.. Enggak kok bu, permisi” jawabku buru-buru sambil menarik tangan
kedua sahabatku dan buru-buru menyembunyikan foto itu tadi.
“Huh gila!!
Apa itu tadi? Dan apa maksudnya?” ucap Adel yang terlihat sangat ketakutan di
antara kami semua. “Entah, nanti saat istirahat kita tanya Pak Sueb sajalah,
kan dia sudah sangat lama ada di sini, mungkin ia tahu….” jawab Bella. Aku
hanya menganggukan kepalaku. Kami pun kembali ke kelas dan saling terdiam,
terhanyut dalam pikiran kami masing-masing. Kemudian saat istirahat tiba “Ke
kantin yuk, laper nih!” seru Adel, “Ish ! Bentar… Kita tanya ke Pak Sueb aja
dulu…” usulku. Lalu kami pun langsung menarik tangan Adel menjauhi kantin dan
menghampiri Pak Sueb yang sedang menyapu halaman sekolah, dan saat kami
jelaskan dan menunjukkan foto tadi ia terlihat sangat terkejut dan tidak mau
menceritakannya, tapi setelah kami paksa akhirnya ia baru mau menceritakannya.
“Dulu sekitar enam sampai delapan tahun yang lalu di sekolah ini mereka berdua
menghilang… ” ucapnya sambil menunjuk dua orang anak di foto itu.
“Dan seminggu setelahnya, mereka baru ditemukan, tapi mereka sudah meninggal
dengan keadaan yang ganjil… Karena leher mereka tampak seperti bekas di
pelintir, di jerat dengan seutas tali dan tubuh mereka di tusuk puluhan pisau
tajam dan panjang, lalu isi perut mereka, usus dan sebagainya tidak ditemukan…
Kemudian selang beberapa jam di rumah sakit, mayat mereka tiba-tiba hilang dari
kamar autopsi… Dulu para polisi sempat menyebutkan dalang dibalik semua
kejahatan ini mungkin adalah Ibu tiri mereka yang tak menyukai anak-anak
tirinya dan hanya mengincar harta benda keluarga anak-anak tirinya tersebut,
meski ini belum pasti. Tapi para polisi memutuskan menghentikan penyelidikan
mereka dengan berbagai alasan yang tidak bisa diterima secara logis… Lalu kasus
ini pun ditutup dan lama tak muncul lagi. Dan juga baru-baru ini beredar rumor
bahwa Bu Ismi, guru Bahasa adalah Ibu tiri dari kedua anak ini.” terang Pak
Sueb panjang lebar. “Lalu bagaimana dengan ayah kandungnya Pak? Dan kalau boleh
tau siapa nama kedua anak ini?” tanyaku. “Ayahnya meninggal karena kecelakaan
lalu lintas dalam perjalanan menuju ke rumah sakit waktu itu… Kalau saya tidak
salah ingat… Nama mereka adalah Tya dan Fino” jawabnya. “Oh, terimakasih Pak…
Eh iya Pak, kalau boleh, kami ingin mencari tahu kebenaran dari pembunuhan ini
nanti malam, karena ini keinginan dari mendiang anak itu yang ia katakan saat
pertama kami bertemu di ruang perpus… Tapi kami tidak bisa masuk kesana jikalau
tak ada kuncinya….” ucap Bella. “Baiklah, nanti saat pulang sekolah saya
berikan… Tapi saya sarankan… Hati-hati…” “Iya pak, terimakasih”
Saat
pulang sekolah sesuai janjinya Pak Sueb memberikan kunci serep ruang
perpustakaan dan sesuai rencana pula kami pergi ke perpustakaan sekolah malam
ini.
“Kalian yakin mau masuk lagi kesana?” tanya Adel dengan keringat dingin.
“Kenapa? Takut? Ayolah Del…” bujuk Bella.
“Yasudahlah…” jawab Adel pasrah.
Malam itu terasa sangat sunyi senyap, hanya terdengar suara jangkrik dan
semilir angin menemani kami bertiga. Saat kami mulai memasuki ruang
perpustakaan. Hawa dingin yang menusuk tulang mulai menyerang, di susul
semerbak harum melati dan kemenyan dan perlahan bulu kuduk kami mulai berdiri.
Perlahan namun pasti kami mulai memasuki perpustakaan itu seraya menutup
hidung. “Eh takut nih…” bisik Adel dengan suara bergetar.
“BERISIK!!! ” bentak Bella.
Setelah mendapat bentakan itu, Adel pun tak berani bersuara lagi.
Beberapa
saat kemudian angin malam terasa semakin kencang dan dingin. Keadaan terasa
makin mencekam, lemari-lemari pun terlihat mulai bergetar-getar dan sosok
siluet itu muncul kembali namun kali ini mereka muncul berdua dan membawa sebuah
buku. Aku pun mengambil buku tersebut dan membacanya, ternyata itu adalah buku
harian kedua anak itu, disana pun tertulis bahwa Ibu tiri mereka menculik dan
menyiksa mereka tanpa ampun dan belas kasihan, tiba-tiba dari belakang mereka
terdengar suara langkah kaki, saat mereka membalik badan ternyata itu adalah Bu
Ismi, senyum mereka menyeringgai, seolah mereka juga mearuh dendam kepada kami.
Kualihkan
pandangan mataku ke arah lain, tapi mendadak aku terkejut saat mengetahui guru
itu tepat ada di depanku. “Apa yang ia lakukan di sekolah malam-malam begini,
dan… Apa mungkin ia memang pembunuh anak tirinya dan ia tahu kalau kami ingin
membongkar misteri ini, lalu ia berniat menghabisi kami juga? Oh Tuhan!!”
pikirku. “Wah wah… Pintar juga kalian sudah tahu sampai sejauh ini dan kalian
juga berani datang mencari tahu hal ini… Kalian pasti berniat membongkar
semunya dan melaporkannya ke polisi kan… Bagus… Tapi itu tidak akan terjadi!
Karena nasib kalian akan sama seperti Tya dan Fino!! Kalian akan menghilang di telan
waktu dan membusuk di sudut ruangan ini selamanya!! Hahahaha” teriaknya.
“Gila orang ini tidak waras!!” gumam Bella.
“A…Ayoo pergi…” ucap Adel sambil menahan tangisnya karena ketakutan.
“Mau kemana kalian hah!? Kalian tak kan bisa lolos!” ucapnya saat ia
mengayunkan pisau ke arahku, namun terlambat, pisau itu terlanjur menggores
lengan ku.
Tawa Bu
Ismi semakin keras seperti orang kesetanan, sangat berbeda saat ia mengajar
dikelas begitu sabar dan lemah lembut. Tapi tiba-tiba “Duakk!” Pak Sueb memukul
kepala Bu Ismi dengan pemukul baseball, seketika itu juga Bu Ismi pingsan.
“Maaf aku tak sanggup menahan semua dustaku selama ini, dan aku tak mau
terus-menerus ada di bawah ancamanmu!” ucapnya.
“Apa maksud bapak?” tanya Adel,
“Dulu saya mengetahui semua kejahatan yang ia lakukan, tapi karena ancamannya
saya baru berani mengatakan hal ini pada kalian tadi… Maaf…” jawabnya sambil
melihat siluet dua anak itu.
“Lalu apakah bapak tahu dimana mayat mereka?” tanyaku.
“Ya saya tahu… Mayat mereka ada di sudut kiri ruangan ini… Ditimbun oleh semen
dan bebatuan…” sambungnya.
Ke
esokan harinya Bu Ismi di tangkap dengan barang bukti buku harian yang di
berikan mendiang Tya dan Fino malam itu dan juga dari pengakuan Pak Sueb, lalu
ruangan itu dibongkar, dan benar saja disana ditemukan tulang belulang yang
tersemen. Pak Sueb pun ikut senang karena ia sudah tak mempunyai beban dustaan
lagi. Saat penguburan jenazah Tya dan Fino sekilas aku melihat siluet mereka,
mereka melambaikan tangan kepadaku dan mengucapkan terimakasih, aku pun hanya
tersenyum mengetahui mereka akhirnya tenang di alam sana dan kembali pulang ke
rumah.
¬•¬T-À-M-Á-T¬•¬
Bagaimana pendapat kalian akan cerita ini comment ya Thanks
Oh Ya aku juga lagi ngebuat cerita TeenFiction lohh